
Ikomupnjatim — Dosen Program Studi Televisi dan Film Universitas Negeri Jember, Dr. Romdhi Fatkhur Rozi, M.Med.Kom., hadir sebagai narasumber pada Commposition 2025. Ia menyampaikan tentang dinamika algoritma media sosial melalui materi berjudul “Anak Muda, Kreativitas, dan Metric Crisis: Membaca Ulang Dialektika Ruang Digital di Era Attention Economy”.
Dr. Romdhi menjelaskan bahwa kehidupan manusia saat ini berlangsung di dua ruang yang terus berulang, fisik dan digital. Perpindahan yang konstan di antara keduanya melahirkan realitas baru di mana identitas seseorang terbentuk melalui avatar di dunia maya.
Ia menekankan bahwa teknologi kini bukan lagi sekadar alat bantu, melainkan telah menjadi ruang kekuasaan yang diatur oleh angka, algoritma, dan logika kapitalistik. “Teknologi bukan sekadar alat, tapi ruang kuasa baru. Di dalam matriks digital, kekuasaan diukur dari angka, bukan dari nilai,” ujarnya.
Menurutnya, peran kreator konten menjadi semakin penting dalam ekosistem ekonomi kreatif digital. Anak muda tidak hanya berperan sebagai konsumen, tetapi juga sebagai produsen ide, makna, dan citra diri.
Namun, sistem attention economy yang diterapkan media sosial justru menggeser nilai kreativitas menjadi sekadar hitungan views, likes, dan engagement. Fenomena ini menciptakan kondisi yang disebut Dr. Romdhi sebagai metric crisis, yaitu krisis nilai dan psikologis akibat ketergantungan terhadap angka performa digital.
Media sosial yang awalnya diharapkan menjadi ruang demokrasi ide kini berubah menjadi arena kompetisi kapitalistik, di mana popularitas lebih diutamakan daripada kualitas. “Media sosial kini bukan lagi ruang publik, tapi arena pasar yang menilai manusia dari seberapa banyak ia dilihat, bukan seberapa bermakna ia berkarya,” tuturnya.
Lebih jauh, ia menyinggung dampak psikologis yang ditimbulkan dari tekanan untuk terus relevan di dunia digital. Budaya “harus viral” dan kejar tren tanpa henti menyebabkan banyak kreator mengalami digital burnout dan kehilangan makna dari proses berkarya itu sendiri.
Sebagai penutup, Dr. Romdhi menekankan bahwa keberhasilan di ruang digital seharusnya tidak diukur dari angka, tetapi dari dampak dan nilai yang ditinggalkan. “Kesuksesan sejati di ruang digital bukan soal berapa banyak yang menonton, tapi seberapa dalam makna yang kita tinggalkan,” pungkasnya. (D)
Artikel ini merefleksikan poin SDGs ke-4, yaitu pendidikan berkualitas.
Penulis: Farah Aulia Azzahra
Editor: ‘Indanaa Zulfaa




