
Ikomupnjatim – Di tengah maraknya media sosial yang identik dengan hiburan, dosen Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur, Farikha Rahmawati, memilih jalur berbeda. Sejak 2021, ia memanfaatkan YouTube dan TikTok sebagai ruang edukasi yang menjangkau banyak mahasiswa.
Perjalanan itu bermula ketika pandemi memaksa perkuliahan dialihkan ke ruang daring. Kebiasaan tatap muka pun harus ditinggalkan. Farikha kemudian berinisiatif merekam materi kuliah melalui Zoom dan mengunggahnya ke YouTube. Tujuannya sederhana, agar mahasiswa dapat mengulang pembelajaran kapan saja.
Awalnya, Farikha hanya merekam menggunakan ponsel tanpa konsep yang jelas. “Namun ternyata jumlah penontonnya terus bertambah, bahkan banyak mahasiswa yang bilang mereka terbantu dengan materi yang saya bagikan,” katanya. Konten yang semula berfokus pada teori komunikasi kemudian berkembang membahas skripsi hingga kehidupan mahasiswa.
Respons positif itu mendorongnya belajar editing dan menyiapkan stok konten mingguan. Ia bahkan mampu memproduksi lima hingga sepuluh video setiap hari.
Melihat peluang lebih luas, Farikha kemudian merambah ke TikTok. Padahal saat itu platform tersebut masih lekat dengan stigma hiburan semata. Namun Farikha punya pandangan lain.
“Kalau satu platform hanya berisi hal buruk, jadilah orang pertama yang mengubahnya dan memberikan citra baru dari platform tersebut,” ujarnya.
Meski begitu, perjalanan ini tidak selalu mudah. Tawaran endorsement kerap datang, termasuk produk yang dinilai dapat merusak citra akademisi. “Kesulitannya memilih antara uang atau reputasi, tetapi saya bertekad menjaga citra sebagai akademisi,” tegasnya.
Kerja keras Farikha akhirnya berbuah hasil. Setelah dua kali gagal, pada 2024 ia lolos program sertifikasi kreator TikTok. Pencapaian itu membuka jalan baginya melatih kreator di berbagai kota sekaligus memperluas jejaring.
Kini ia juga kerap diundang sebagai pembicara dalam berbagai pelatihan di luar kampus. Baginya, kehadiran dosen di ruang digital penting untuk membangun citra akademisi dan memberi akses pembelajaran lebih luas. “Daripada mengajar 50 orang di kelas, saya bisa menjangkau lebih banyak orang lewat media sosial,” tuturnya.
Pengalaman itu menunjukkan bahwa peran dosen tidak berhenti di ruang kelas. Farikha mendorong mahasiswa berani berkarya lewat konten edukatif di media sosial karena hal itu bisa melatih keberanian berbicara sekaligus membangun portofolio digital.
“Kalau punya portofolio yang baik, brand akan lebih mudah percaya dan mahasiswa bisa banyak belajar. Bahkan peluang memperoleh penghasilan tambahan melalui TikTok juga terbuka lebar,” pungkasnya. (D)
Penulis : Farah Aulia Azzahra
Editor : Nabilla Putri Sisilia




