Idealis Realistis

Oleh: Fikry Zahria Emeraldien.

Rabu (21/3) lalu, saya menyaksikan long march (baca: demo) yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa di depan ruang dosen Ilmu Komunikasi. Mereka menuntut agar “intimidasi” pada mahasiswa dihapuskan. Intimidasi yang mereka maksud adalah peraturan menggunakan seragam dan berambut pendek (untuk cowok) saat ujian.

Well, saya tidak akan membahas tentang bentuk protes mereka. Sebab, saat jadi mahasiswa S1 dulu saya juga pernah demo, posisinya negosiator pula. Hehehe. Jadi, saya dapat memahami aksi tersebut. Namun, yang ingin saya jadikan bahan untuk berpikir bersama adalah bagaimana kita dapat tetap berpikir dan berperilaku idealis serta realistis.

https://businessmagazinegainesville.com/wp-content/uploads/2013/07/Business-Interior-Spot-002_web-300×174.jpg

Di dunia ini, kita hidup dengan peranan masing-masing. Setiap peranan dibingkai oleh peraturan. Sebagai seorang Muslim misalnya, saya harus sholat setiap hari lima kali. Harus dilakukan, wajib, karena itu peraturannya. Begitu pula sebagai dosen, saya pun diwajibkan melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi. Saya juga harus mengenakan seragam lho, bukan hanya saat UTS melainkan setiap hari.

Balik lagi ke demo; apabila tuntutan mahasiswa diizinkan, selamat, berarti negosiasi kalian berhasil. Tapi, perlu diingat, setelah lulus kuliah pun aturan akan tetap kalian temui. Entah berat atau ringan, tertulis maupun tidak, selama hidup di dunia ini manusia tidak akan bebas dari itu. Misalnya saat akan menjalani wawancara kerja. Masak iya sih datang ke kantor yang dituju dengan rambut gondrong dan kaus oblong. Orang mau ketemu camer aja harus dandan rapi kok, biar direstui (eh maaf keceplosan, dilarang baper. Hehehe).

In the end, berpikir idealis itu penting, tapi realistis itu is a must. Kata Ridwan Effendi (2010) manusia itu adalah makhluk sosial yang tunduk pada aturan dan norma masyarakat. Maka, berdamailah dengan keadaan. Sadarlah bahwa di manapun kita berada, kita akan selalu dibingkai oleh peraturan dan norma yang berlaku. Saya percaya bahwa manusia yang terbaik itu bukan yang sempurna, melainkan yang bisa menempatkan diri dengan baik di berbagai lingkungan. (fry)