
Ikomupnjatim — Rangkaian Seminar Internasional CommXperience 2025 resmi berakhir pada Kamis (22/5). Hadirnya I.G.A.K Satrya Wibawa, Wakil Delegasi Tetap Indonesia untuk UNSESCO sebagai pembicara mengupas tuntas transformasi teknologi kecerdasan buatan (AI) dan implikasinya di dunia komunikasi melalui materi bertema “The Future of AI and Communication Practice”.
Pria yang kerap disapa Satrya itu menyebut bahwa keberadaan AI kini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari yang dulunya sebatas pekerjaan berbasis perintah repetitif, menjadi automasi dan prediktif. Setidaknya dalam setahun terakhir, AI berkembang pesat dengan muncul dalam versi terbaru seperti aplikasi ChatGPT dan teknologi lainnya yang menarik perhatian luas.
Ia mengungkap bahwa AI tidak hanya menggantikan pekerjaan manusia, melainkan juga menciptakan perubahan revolusioner di hampir segala sektor. “Proses transformasi itu tidak dikatakan sebagai transformasi lagi, melainkan revolusi, perubahannya sangat cepat dan signifikan di hampir tiap sektor dengan timeline yang semakin sempit” jelasnya.
Satrya juga menyoroti integrasi AI dalam dunia komunikasi, mulai dari penggunaan Large Language Model (LLM) seperti ChatGPT, penulisan berita otomatis, hingga personalisasi konten berbasis data. Menurutnya, AI telah menjadi familiar dan dipercaya oleh manusia, meski tetap perlu ada pengawasan serta transparansi.
Di balik efisiensi AI, terdapat risiko tantangan etis yang sama gentingnya dengan bias algoritmik dan pelanggaran privasi. Menurut Satrya, regulasi yang sudah ada masih belum menjangkau ranah AI secara menyeluruh untuk mengatasinya, baik secara global maupun lokal. “Di Indonesia, saya melihat bahwa hal ini belum menjadi prioritas oleh para pemangku kepentingan,” ungkap Jebolan Curtin University itu.
Di sisi lain, Satrya menekankan pentingnya adaptasi profesional komunikasi, khususnya pada penguasaan literasi AI dan prompt engineering. Ia juga mendorong institusi pendidikan me-review secara berkala akan kurikulum berbasis teknologi dan etika. Disebutnya, bentuk kolaborasi manusia dengan AI merupakan kunci selama diarahkan secara positif.
Sebelum menutup sesi, Satrya menegaskan bahwa meski teknologi khususnya AI terus berkembang, manusia harus tetap menjadi yang utama guna menjaga makna dan etika komunikasi. Ia mengingatkan tentang penggunaan AI yang tetap bertanggung jawab dan transparan. “Silakan menggunakan AI dan ChatGPT, tapi be responsible, be open, be transparent!” pesannya. (D)
Penulis: Arini Fitriasmara Imani
Editor: ‘Indanaa Zulfaa