Bersahabat dengan Musuh: Belajar dari Gabungnya Uber dan Grab

Bersahabat dengan Musuh: Belajar dari Gabungnya Uber dan Grab

Wednesday, 28 March 2018 bebas 0

Oleh: Fikry Zahria Emeraldien

Kemarin (26 Maret) akun Gmail saya mendapat kiriman pesan dari Uber. Karena bukan pelanggan setia, dalam hati saya bertanya, “Ada apa nih? Nggak biasanya dapat email begini.” Begitu saya baca, ternyata: Uber akan bergabung dengan Grab!

Bergabungnya Uber dengan Grab ini menambah deretan panjang perusahaan-perusahaan yang diakuisisi atau merger dengan saingannya sendiri. Dulu, ketika gawai masih menjadi kebutuhan sekunder, ada Sony yang bergabung dengan Ericsson. Ada pula CIMB dan Niaga yang bergabung menjadi CIMB Niaga, dan lain-lain.

Sebelum merger itu terjadi, sempat terpikir nggak sih mereka bakal melakukan ini? Saya pribadi tidak. Saya berpikir bahwa kalau mereka rival dalam berbisnis, maka selamanya akan saingan. Yang saling banting harga lah, perang promo lah, atau mungkin sindir-sindiran dalam iklan. Pokoknya selamanya akan menjadi “lawan” dan “tandingan”, atau dalam KBBI disebut musuh.

Nyatanya, pemikiran saya di atas salah. Banyak cerita dalam bisnis di mana sebuah perusahaan yang kolaps diselamatkan oleh musuhnya sendiri, salah satunya dengan cara diakuisisi. Ohya, akuisisi ini termasuk langkah penyelamatan dalam bisnis loh. Setidaknya itu yang dikatakan oleh Aas (dalam Iskandar, 2014) saat mengomentari Axis yang diakuisisi oleh XL.

Berkaca dari kisah di atas, ada satu hal yang bisa saya ambil: kalau begitu, kita harus bin wajib baik-baik sama musuh nih. Gimana nggak, yang paling bisa membantu kita kadangkala bukanlah teman ataupun sahabat, melainkan lawan. Terutama dalam konteks ini, ya.

Kita tidak tahu siapa yang akan dikirm Allah sebagai perantaranya untuk menyelamatkan kita. Kita juga tidak bisa menjamin bahwa kehidupan kita akan lancar-sukses terus sepanjang masa. Bisa jadi, suatu saat, kita memiliki problem yang sangat besar dan yang bisa “menyalamatkan” kita hanyalah musuh kita sendiri.

Hmmmm…

Susah ya? Nampaknya begitu. Tapi, mau gimana lagi. Selain karena alasan di atas, pada dasarnya Allah juga memerintah kita untuk menjaga habluminannas atau hubungan baik dengan manusia. Jadi, entah itu sama teman, orang yang baru dikenal, dan musuh sekalipun, kita wajib berbuat baik kepada semuanya.

So, gimana nih, siap untuk berbuat baik kepada musuh? Atau malah siap bersahabat (baca: bersatu) dengan musuh seperti Uber dan Grab? Either way, menurut saya baik semua. Yang penting adalah belajar untuk berbuat baik kepada siapa saja tanpa terkecuali. Okaaay..!

 

Reference:

Iskandar, Yoni. 2014. Merger dan Akuisisi Selamaktak Axis. Retrieved from https://ekonomi.kompas.com/read/2014/02/17/1344015/Merger.dan.Akuisisi.Selamatkan.Axis.